Maria Oentoe Tinangon
(lahir 1948) adalah aktris pendukung film di satu era, dan sering tampil dengan para aktris yang terkenal pada zaman itu Gladys Suwandhi, Marissa Haque, Meriam Bellina, Mieke Widjaya, Mila Karmila, dan Zainal Abidin. Selain itu dia terkenal sebagai perintis dubbing di radio Indonesia. Karya-karya dubbingnya antara lain Tutur Tinular dan Saur Sepuh.
Filmografi
* Badai Pasti Berlalu (1977) disutradarai oleh Teguh Karya
* Bawalah Aku Pergi (1981) disutradarai oleh M.T. Risyaf
* Kulihat Cinta Di Matanya (1985) disutradarai oleh Bobby Sandy
* Yang Masih Dibawah Umur (1985) disutradarai oleh Yazman Yazid
* Pernikahan Dini (1987) disutradarai oleh Yazman Yazid
* Ibuku Malang Ibuku Tersayang (1990) disutradarai oleh Abdi Wiyono
* Ca Bau Kan (2002)
Setiap kali kita memasuki bioskop-bioskop 21 (twenty one) di Indonesia tentunya,kita akan selalu mendengar kalimat seperti ini : Mohon Perhatian Anda, Pertunjukan Film Di Theater 1 Segera Dimulai. Para Penonton Yang Telah Memiliki Karcis, Dipersilakan Untuk Memasuki Ruangan Theater 1.Suara merdu seorang perempuan yang sudah bertahun-tahun selalu menyapa para pengunjung bioskop itu ternyata milik Maria Oentoe Tinangon. Suara itu direkam sekitar tahun 1986 jadi kurang lebih sudah 24 tahun-nan menemani para penggemar film di bioskop. Mendengar nama Maria Oentoe sontak kita teringat sandiwara-sandiwara di radio jaman dahulu seperti : Brahma KUmbara,Tutur Tinular atau Ibuku malang, ibuku tersayang.
Di temui ketika beliau berada di Wonosobo dalam rangka Rekoleksi Umat selama dua hari (20-21 Juni 2005) sebagai wakil dari Marian Center Indonesia bersama dengan Rm Yosef Tarong, Pr. Sebagai seorang duber,ia menjadi terkenal karena memiliki suara yang khas. Ketika mendengarkan sandiwara radio kadang kita dapat menebak dengan pasti suara milik Maria Oentoe. Mendengarkan suaranya seakan-akan kita membayangkan sosok perempuan lemah lembut, keibuan dan bijakasana. Ternyata kesan itu sungguh melekat pada diri beliau,saat memberikan sharing pengalaman rohaninya sehubungan dgn peristiwa yg pernah dialami seperti : suaminya di PHK, studio miliknya terbakar habis serta kepergian suami dan anaknya untuk selama-lamanya.
Wanita kelahiran 59 tahun yang lalu ini, masih memiliki suara merdu yang sangat terjaga. Resepnya ia masih rutin minum air putih dari kendi setip saat. Suara merdu yang keluar dari mulutnya seakan memiliki kekuatan yang sanggup memikat hati setiap orang yg mendengarnya. Ia juga berpesan untuk para penyiar radio agar menjadi dirinya sendiri,kita diberi karunia yang berbeda dng orang lain. Tinggal bagaimana kita mengolah dan memunculkan potensi yang khas itu.
Menanggapi menjamurnya PH-PH (production houses) sekarang ini,beliau sangat optimis PH miliknya mampu besaing dgn PH-PH yang baru karena masih mempertahankan mutu dan juga didukung oleh SDM yang berpengalaman. Setelah keluar dari Sanggar Prativi, ia mendirikan studio sendiri yang beberapa tahun yang lalu kebakaran dan kini sudah mendirikan kembali.
Tantangan yang lain, kiranya kini masyarakat lebih menyukai tontonan di televisi drpd duduk manis mendengarkan radio. Namun demikian beliau optimis,masih banyak penggemar acara radio karena media radio lebih menjangkau daerah-daerah pelosok dan persentase yg memiliki radio lebih banyak. Selain itu sandiwara di radio yang sukses besar tetapi ketika diangkat di layar kaca menjadi tidak sukses. Ini menunjukkkan media radio tetap mempunyai keunggulan tersendiri. Contohnya sandiwara Ibuku malang, ibuku tersayang yang sukses di radio gagal meraup perhatian pemirsa TV. Ruang imajinasi para pendengar radio lebih luas dan individual sekali, pendengar dapat membayangkan atau menebak-nebak sendiri gambaran mengenai tokohnya. Namun ketika di layar kaca, imajinasi penonton sangat terbatas tidak bebas menikmati cerita karena hanya manut dengan imajinasi sang sutradara sehingga membuat penonton tidak puas.
Hingga sat ini Maria Oentoe merasa bersyukur karena lewat suaranya,ia dapat menghibur orang banyak.
Sumber
Sumber
No comments:
Post a Comment